Sumber: Kompas, 12 Juli 2011
Judul Buku: Orang Jawa Jadi Teroris
Peresensi: Ahmad Faozan
Penulis: M.Bambang Pranowo
Penerbit: Pustaka Alvabet dan Lakip Jakarta
Tahun: Februari 2011
Tebal: 300 halaman
Judul Buku: Orang Jawa Jadi Teroris
Peresensi: Ahmad Faozan
Penulis: M.Bambang Pranowo
Penerbit: Pustaka Alvabet dan Lakip Jakarta
Tahun: Februari 2011
Tebal: 300 halaman
Bagi sebagian masyarakat mempersepsikan orang Jawa adalah orang yang
ramah, santun, religius, dan suka mengalah. Karakter orang Jawa,
kemudian disimbolkan dalam perwayangan dengan Pandawa Lima. Yakni,
Puntodewo, Werkudoro, Arjuna, Nakula, dan Sadewo. Puntodewo, Nakula, dan
Sadewa di artikan sebagai tokoh yang lemah-lembut dan selalu mengalah.
Sedangkan, Arjuna sebagai tokoh yang
pandai, baik dalam diplomasi maupun perang. Sedangkan, Werkudoro tokoh
yang lurus, pemberani, dan pantang menyerah. Lantas, bagaimana dengan
banyaknya orang Jawa yang menjadi teroris apakah masih pantas orang Jawa
di simbolkan dengan Pandawa Lima?
Mayoritas penduduk Jawa Muslim. Islam di sebarluaskan oleh para
Walisongo. Seiring dengan isu teroris di dunia mencuat pasca tragedi
11/9 di Amerika banyak kaum radikal kemudian menyebarkan panji-panji
Jihad untuk memerangi kaum kafir seperti orang Amerika, Eropa dan
negara-negara non Muslim lainnya yang ada jawa. Bangsa Indonesia,
khusunya Jawa di jadikan sebagai tempat dakwah ideologi radikal. Banyak
generasi muda orang Jawa di ajak untuk berjihad. Dengan dalih, Jihad
suci sesuai perintah Agama dan di jamin akan masuk surga. Akhirnya,
banyak orang-orang muda jawa terperangkap yang kemudian menjadi teroris
akibat di cekoki ideologi radikal. Seperti, Amrozi, Imam Samudera, Abu
Dujana, dan Abu Bakar Baasyir dll.
Terorisme telah menebar kekhawatiran dan ketakutan kepada
masyarakat.. Dan, sewaktu-sewaktu ia mampu mengebom dan membuat ancaman
secara mengejutkan. Citra Islam sebagai agama pembawa rahmat bagi
pemeluknya di bungkus dengan kebencian dan makian oleh kaum radikalisme.
Misi dakwah kaum radikal yang sukses mendapat pengikut banyak di Jawa.
Setelah sukses mengembangkan jaringan di Jawa akhirnya, kini Jawa di
jadikan sebagai tempat pengendali aksi gerakan terorisme di Indonesia.
Sekalipun, para gembong teroris tersebut kini sudah banyak yang sudah
tertembak mati dan tertangkap hidup-hidup namun, masih saja bermunculan
wajah-wajah baru pelaku teroris. Ibarat mati satu tumbuh seribu.
Buku bertajuk” Orang jawa menjadi teroris” karya Bambang Pranow
berusaha membeberkan mengapa banyak orang Jawa terseret menjadi teroris.
Padahal, orang Jawa sebagai masyarakat yang menjunjung tinggi
toleransi, dan religius tidak mudah di pengaruhi oleh paham-paham lain
yang bertentangan. Sebagaimana, Islam dapat masuk ke Jawa melalui
akulturasi budaya. Berbeda dengan gerakan Islam radikal yang ada di Jawa
mereka berdakwah dengan cara-cara picik dan licik. Sebagaiman
diketahui bahwa “Abu Dujana, Abu Irsyad, Amrozi dll di gembleng secara
fisik, psikologis, dan ideologis untuk melakukan perang dengan orang
kafir yang harus di perangi ”.(Hal 18)
Di tengah kehidupan berbangsa yang semakin kompleks fakto kemisikinan
dan ketidakadilan yang di alami umat Islam nampaknya menjadi penyebab
mereka teriur untuk ikut menjadi teroris. Dalam konteks inilah, buku ini
penting untuk di baca. Buku yang merupakan bunga rampai dari sekumpulan
artikel yang tercecer di mana-mana menarik kita baca. Buku ini,
menggugah diri kita untuk bagaimana menyelesaikan persoalan terorisme di
Indonesia khusunya di Jawa. Dan, menjadikan inspirasi bagi kita untuk
tidak membiarkan gerakan teroris di sekeliling kita.
Pembaca kan kesulitan mencari benang merahnya pada buku ini. Sebab,
buku ini terdiri dari kumpulan opini yang beragam pembahasan. Namun
begitu, Tidak kalah pentingnya kini adalah kesadaran semua pihak seperti
Ulama, Cedekiawan, dan komponen masyarakat untuk ikut berpartispasi
mengatasi berkembang biaknya paham terorisme.
Presensi adalah Ahmad Faozan, Santri Pondok Pesantren Tebuireng, kini tinggal di Yogyakarta.
suummberr: http://resensibuku.com/?p=1373#more-1373
Tidak ada komentar:
Posting Komentar